Rabu, 29 Desember 2010

Menambal Ember Bocor : Cara Mengalahkan Inflasi...

Dalam tulisan saya tanggal 16 Desember 2010 lalu saya menjelaskan bahwa inflasi itu seperti ember bocor untuk mengangkut air,  seberapa keras-pun kita bekerja – hasilnya tidak akan optimal karena tabungan  kita terus tergerus oleh inflasi. Bila Anda punya uang banyak dan ditaruh di Deposito, hasil bersihnya setelah pajak hari-hari ini akan berada di kisaran 5 % per tahun. Bila di tabungan biasa, hasil bersihnya akan lebih rendah lagi yaitu di kisaran 3 % per tahun. Apalah artinya hasil yang 5% atau bahkan 3 % ini bila dibandingkan dengan inflasi rata-rata year on year (yoy) delapan tahun terakhir sejak Januari 2003 berada di kisaran 8% per tahun?.

Mau ditaruh di deposito dalam mata uang asing seperti US$ ?, lebih buruk lagi hasilnya. Hari-hari ini deposito US$ hanya akan memberikan hasil di kisaran 0.30% per tahun sementara tingkat inflasi rata-rata US$ adalah di kisaran 4% per tahun. Walhasil dimanapun uang Anda ditaruh, asal masih berupa uang kertas – akan tetap tergerus oleh inflasi – Anda tetap membawa air dalam ember yang bocor !.

Lantas apa yang Anda bisa lakukan, agar jerih payah Anda tetap bernilai ketika kelak dibutuhkan untuk biaya sekolah anak-anak, membayar biaya kesehatan di hari tua, agar di usia pensiun Anda tetap perkasa dari sisi financial ?.

Pertama ember yang bocor tersebut harus ditambal dahulu !, dengan apa ?, yang jelas sudah terbukti mudah dikelola dan available adalah mengamankan hasil jerih payah Anda secukupnya (agar tidak menimbun) dalam bentuk emas atau Dinar. Perhatikan grafik dibawah yang menggambarkan perbandingan appresiasi harga emas (yoy) dengan inflasi (yoy) selama 8 tahun terakhir sejak Januari 2003. Data Inflasi saya ambilkan dari datanya Bank Indonesia, harga emas saya ambilkan dari datanya Kitco, sedangkan konversinya ke Rupiah saya gunakan data dari Pacific Exchange Rate Services.

Emas vs InflasiSource : BI, Kitco, Pacific Exchange Services
 
Dari grafik diatas Anda bisa lihat, appresiasi harga emas hampir selalu bisa melampaui inflasi dengan tingkat perbedaan yang cukup tinggi. Bila ditarik angka rata-ratanya selama 8 tahun terakhir, rata-rata appresiasi harga emas dalam Rupiah berada di kisaran 19 % per tahun , sedangkan rata-rata inflasi berada di kisaran 8 % per tahun. Jadi grafik tersebut diatas menunjukkan bahwa emas atau Dinar dengan mudah dapat Anda gunakan untuk menambal ember bocor yang namanya inflasi.

Kedua setelah ember Anda tidak lagi bocor, kini saatnya Anda dapat bekerja keras tanpa perlu kawatir hasilnya akan tergerus oleh inflasi. Bila diamnya emas atau Dinar saja dengan mudah akan mampu mengalahkan inflasi, tentu hasilnya akan lebih baik lagi dan lebih bermanfaat untuk umat yang luas bila emas atau Dinar tersebut digunakan untuk memutar sektor riil atau untuk berusaha.

Itulah sebabnya, kampanye penggunaan Dinar di situs ini tidak hanya berhenti pada sekedar  menggunakan Dinar untuk proteksi nilai, tetapi lebih dari itu kita juga mendorong untuk lahirnya usaha-usaha sektor riil yang insyaAllah akan memberi manfaat yang lebih luas. Bahkan insyaallah kedepannya, bersamaan dengan sudah memasyarakatnya Dinar – kampanye untuk mendorong lahirnya berbagai usaha sektor riil ini akan lebih banyak kami tekankan. InsyaAllah.
(Muhaimin Iqbal, Owner Gerai Dinar, 28 Desember 2010)

Minggu, 26 Desember 2010

Enstimasi Konservatif Harga Emas/Dinar 2011…

Menjelang akhir tahun seperti ini pertanyaan yang paling banyak sampai ke saya adalah bagaimana perkiraan harga emas  atau Dinar tahun depan. Jawaban saya tetap sama, tidak ada yang tahu dengan pasti apa yang akan terjadi. Hanya untuk menjawab rasa penasaran para penanya, melalui tulisan ini saya buat prediksi sederhana yang sifatnya sangat konservatif.

Saya menggunakan data harga emas yang dibeli dengan US$ sejak dilepaskannya kaitan US$ terhadap emas yang ditandai oleh kejadian yang disebut Nixon Shock 15 Agustus 1971. Sejak kejadian 40 tahun lalu tersebut, harga emas dalam US$ mengalami kenaikan rata-rata sekitar 8.88% per tahun hingga kini. Maka bila kita gunakan angka rata-rata kenaikan 40 tahun ini, harga emas akhir tahun depan insyaAllah akan berada di kisaran US$ 1,500/Oz. Lihat ujung garis merah pada grafik di bawah.

Emas 2011 
Namun karena ada kecenderungan percepatan penurunan daya beli US$ selama sepuluh tahun terakhir, khususnya lagi sejak krisis akhir 2008 – maka apabila diambil angka rata-rata 10 tahun terakhir saja – kenaikan harga emas dunia dalam US$ adalah 16.3% per tahun. Berdasarkan kenaikan rata-rata pertahun selama 10 tahunan tersebut, maka harga emas setahun kedepan dapat diprediksi akan berada di kisaran US$ 1,600/Oz. Lihat ujung garis hijau pada grafik di atas.

Jadi prediksi konservatif harga emas dunia tahun depan akan berada di range US$ 1,500/Oz s/d US$ 1,600/Oz. Saya katakan ini prediksi konsevatif karena murni mengandalkan statistik 10 tahun atau bahkan 40 tahun ke belakang – tanpa memperhatikan perubahan lingkungan ekonomi di tahun-tahun terakhir ini. Realitanya nanti bisa saja yang terjadi jauh lebih tinggi dari prediksi konservatif tersebut karena ada factor kejadian luar biasa di ekonomi AS pada tahun 2011 – yaitu realisasi ‘pencetakan  uang dari awang-awang’ atau yang disebut Quantitative Easing 2 – yang sudah diketok palunya awal bulan November lalu.

Dengan asumsi Rupiah juga akan sedikit melemah ke kisaran Rp 9,400/US$ tahun 2011 – karena bila terus perkasa ekspor kita yang akan terganggu – maka harga emas dalam Rupiah estimasi konservatif-nya setahun mendatang akan berada di kisaran Rp 460,000/gram s/d Rp 490,000/gram, atau mengalami kenaikan sekitar 11%-19%  dari harga emas sekarang yang berada di kisaran Rp 410,000/gram. Dengan dasar perhitungan yang sama, maka Dinar setahun kedepan insyaallah akan berada di kisaran harga Rp 1,940,000/Dinar s/d Rp 2,070,000/Dinar.

Dengan dasar perhitungan yang konservatif inipun apresiasi harga emas atau Dinar setahun kedepan masih akan memberikan hasil lebih dari dua kali lipat bila dibandingkan dengan tingkat bagi hasil deposito atau tabungan yang diberikan oleh dunia perbankan.

Namanya juga estimasi, maka saya bisa saja keliru….tetapi setidaknya inilah angka yang bisa saya berikan bagi para penanya agar tidak penasaran. Wa Allahu A’lam. (Muhaimin Iqbal, Owner Gerai Dinar, 24 Desember 2010)

Kamis, 16 Desember 2010

Inflasi Itu Seperti Ember Bocor...

Semasa kecil di kampung, saya biasa mengisi kulah (bak tempat penampungan air) dengan cara menimba air dari sumur. Alat timba di jaman itu berupa bambu panjang yang diujungnya diikatkan ember dari seng.  Karena usia ember seng yang tua dimakan karat – maka emberpun tidak lagi utuh – jadi ada kebocoran disana-sini.  Setiap kali ember saya masukkan ke-kedalaman sumur dan terisi air penuh, segera saya tarik keatas ember tersebut – dan menuangkan airnya secepat mungkin ke kulah. Bila mengangkat embernya kurang cepat, maka air akan habis di perjalanan dari dasar sumur ke permukaan kulah karena kebocoran tersebut. Tentu bekerja semacam ini sangat melelahkan dan tidak efisien karena begitu banyak air yang tidak sampai ke kulah.

Tanpa kita sadari, sesungguhnya rata-rata kita juga bekerja seperti menimba air dengan ember bocor tersebut. Begitu keras kita bekerja, sebagian hasilnya kita tabung untuk hari tua, untuk membayar dana pensiun, membayar asuransi pendidikan, kesehatan dlsb. tetapi ternyata begitu banyak pula yang ‘terbuang’ dalam perjalanannya karena faktor inflasi.

Ironinya yang menguras ‘kulah’ tabungan hari tua kita ini bukan hanya inflasi yang terjadi terhadap Rupiah, tetapi juga inflasi mata uang negara lain yang seharusnya tidak ada hubungannya dengan kerja keras kita – yaitu US$. Karena pengalaman buruk dengan Rupiah tahun 1997/1998, sebagian orang yang punya uang mengalihkan simpanannya dalam US$ - bentuknya bisa berupa tabungan, deposito, asuransi dlsb.

Tanpa disadari ternyata yang lari ke US$ tersebut seperti terhindar dari mulut harimau masuk mulut buaya – karena pada tahun-tahun belakangan inflasi US$ ternyata lebih buruk dibandingkan dengan inflasi Rupiah. Lebih buruknya inflasi US$ dibandingkan Rupiah ini hanya akan disadari mana kala keduanya di ‘timbang’ dengan timbangan yang baku yaitu emas atau Dinar. Bila Anda sempat mengunjungi situs kami yang lain www.emas24.com misalnya, per hari ini harga emas dalam Rupiah selama setahun terakhir hanya mengalami kenaikan sekitar 20% ; namun kalau Anda lihat situsnya www.kitco.com Anda akan melihat kenaikan harga emas dunia dalam US$ setahun terakhir telah mendekati 23 %.

Bagi Anda yang sama sekali tidak menggunakan US$ - mungkin Anda berpikir bahwa Anda terbebas dari inflasi US$ ini ?. Ternyata tidak juga, karena sebagai bangsa – salah satu kekuatan ekonomi negeri ini terletak pada cadangan devisa-nya.  Masalahnya adalah ‘kulah’ yang  berupa cadangan devisa negeri ini  dicatatnya juga dalam bentuk US$.

Maka mari kita lihat apa yang terjadi dengan ‘kulah’ cadangan devisa kita ini selama dua tahun terakhir. Negeri ini telah bekerja keras memproduksi barang dan jasa yang sebagiannya untuk ekspor, hasilnya ditampung dalam suatu tempat dan dihitung dengan US$. Di atas kertas isi ‘kulah’ kita ini memang terus bertambah, bila dua tahun lalu isinya dikisaran US$ 51 Milyar – kini isinya mendekati US$ 93 milyar. Kita bangga karena berhasil meningkatkan cadangan devisa sekitar 62 % selama dua tahun terakhir - lihat garis hijau pada grafik dibawah.

DevisaCadangan Devisa RI 2008-2010
 
Tetapi sayangnya, entah kita sadari atau tidak, bila timbangan yang kita gunakan bukan US$ yang nilainya terus menyusut karena berbagai ulah penguasa moneter negeri itu, tetapi kita gunakan timbangan yang baku sepajang zaman – yaitu emas , maka ternyata isi ‘kulah’ kita tersebut tidak bertambah sejak dua tahun lalu – bahkan turun 2 % selama dua tahun – lihat garis kuning pada grafik diatas.

Apa maknanya ini ?, ternyata bukan hanya kita pribadi yang bekerja dengan ember bocor, tetapi bangsa ini juga demikian. Kita mengira bertambah kaya dengan cadangan devisa, tetapi bila cadangan devisa tersebut kita nilai dengan benda riil baik itu berupa emas, minyak, bahan pangan atau benda riil lainnya – ternyata kekayaan kita tidak bertambah. Inflasi US$ telah membawa kita terbuai dalam ilusi – seolah kita tambah kaya – padahal kenyataannya cenderung sebaliknya.

Lantas maukah kita tetap terus mengisi kulah dengan ember bocor tersebut ?, ya setelah sadar mestinya tidak lagi. Kita ganti ember tersebut dengan ember yang baru, tidak lagi bocor sehingga berapa-pun air yang terbawa di dalamnya akan terbawa penuh sampai ke kulah. Ember baru ini tidak harus emas atau Dinar, bisa saja berupa minyak, gas, jagung, beras ataupun berbagai benda riil lainnya. Agar pekerjaan kita tidak sia-sia – maka  kita perlu segera mengganti ember ini dengan yang baru, mengapa ?.

Seperti juga ember dari seng tua yang mulai lapuk oleh karat, ‘kebocoran’ berupa inflasi US$ ini kedepannya nampaknya tidak akan sembuh sendiri – bahkan nampaknya akan semakin membesar. Perhatikan grafik dibawah yang saya peroleh dari Free Gold Money Report.

US$ DebtUS Debt Increase
 
Sejak krisi financial dua tahun lalu, pendapatan Amerika dari pajak dan lain sebagainya (garis biru) semakin turun sementara pengeluarannya semakin jauh melebihi pendapatan ( garis merah). Lantas dari mana mereka nomboki pengeluaran yang tidak bisa dicukupi oleh pemasukan ini ?, ya dari hutang  lah – maka dapat dilihat hutang mereka (jari-jari hijau) yang semakin lama semakin membubung tinggi – saat ini angkanya sudah mendekati US$ 14 trilyun.

Terus dari mana mereka akan membayar hutang yang semakin membengkak tersebut nantinya – sementara saving masyarakatnya terbukti selama bertahun-tahun tidak cukup untuk menutupnya ? ya apa lagi kalau bukan mencetak uang dari awang-awang. Itulah sebabnya mereka terus mengusung program Quantitative Easing 1, 2 dan entah sampai berapa nanti sampai suatu saat dunia tidak lagi mempercayai hutang-hutangnya.

Jadi bocornya ember karatan US Dollar sejauh yang bisa dilihat dari data yang ada nampaknya akan terus membesar, maka alangkah sia-sia-nya kalau kita masih terus mau mengisi ‘kulah’ kita dengan ember tua karatan lagi bocor tersebut. Wa Allahu A’lam... (M Iqbal, owner Gerai Dinar, 16 Desember 2010)

Rabu, 15 Desember 2010

Investasi Emas : Koin Dinar, Emas Lantakan Atau Emas Perhiasan ?

Pertanyaan ini sering sekali sampai ke saya dalam berbagai keempatan, Baik lewat email, kesempatan tanya jawab dalam ceramah atau bahkan banyak sekali pembeli Dinar sebelum mereka mulai membeli – mereka menanyakan dahulu masalah ini.


Ketiga-tiganya tentu memiliki kesamaan karena bahannya memang sama. Kesamaan tersebut terletak pada keunggulan investasi tiga bentuk emas ini yaitu semuanya memiliki nilai nyata (tangible), senilai benda fisiknya (intrinsic) dan dan nilai yang melekat/bawaan pada benda itu (innate). Ketiga keunggulan nilai ini tdak dimiliki oleh investasi bentuk lain seperti saham, surat berharga dan uang kertas.

Default value (nilai asal) dari investasi emas tinggi – kalau tidak ada campur tanganberbagai pihak dengan kepentingannya sendiri-sendiri otomatis nilai emas akan kembali ke nilai yang sesungguhnya – yang memang tinggi.

Sebaliknya default value (nilai) uang kertas, saham, surat berharga mendekati nol , karena kalau ada kegagalan dari pihak yang mengeluarkannya untuk menunaikan kewajibannya –uang kertas, saham dan surat berharga menjadi hanya senilai kayu bakar.

Nah sekarang sama-sama investasi emas, mana yang kita pilih ? Koin Emas, Emas Lantakan atau Perhiasan ? Disini saya berikan perbandingannya saja yang semoga objektif sehingga pembaca bisa memilih sendiri - Agar keputusan Anda tidak terpengaruh oleh pendapat saya – karena kalau pendapat saya tentu ke Dinar karena inilah yang saya masyarakatkan.
Kelebihan Dinar :
1. Memiliki sifat unit account ; mudah dijumlahkan dan dibagi. Kalau kita punya 100 Dinar – hari ini mau kita pakai 5 Dinar maka tinggal dilepas yang 5 Dinar dan di simpan yang 95 Dinar.
2. Sangat liquid untuk diperjual belikan karena kemudahan dibagi dan dijumlahkan di atas.
3. Memiliki nilai da’wah tinggi karena sosialisasi Dinar akan mendorong sosialisasi syariat Islam itu sendiri. Nishab Zakat misalnya ditentukan dengan Dinar atau Dirham - umat akan sulit menghitung zakat dengan benar apabila tidak mengetahui Dinar dan Dirham ini.
4. Nilai Jual kembali tinggi, mengikuti perkembangan harga emas internasional; hanya dengan dikurangkan biaya administrasi dan penjualan sekitar 4% dari harga pasar. Jadi kalau sepanjang tahun lalu Dinar mengalami kenaikan 31 %, maka setelah dipotong biaya 4 % tersebut hasil investasi kita masih sekitar 27%.
5. Mudah diperjual belikan sesama pengguna karena tidak ada kendala model dan ukuran.

Kelemahan Dinar :
1. Di Indonesia masih dianggap perhiasan, penjual terkena PPN 10% (Sesuai KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/KMK.03/2002 bisa diperhitungkan secara netto antara pajak keluaran dan pajak masukan toko emas maka yang harus dibayar ‘toko emas’ penjual Dinar adalah 2%).
2. Ongkos cetak masih relatif tinggi yaitu berkisar antara 3% - 5 % dari nilai barang tergantung dari jumlah pesanan.

Kelebihan Emas Lantakan :
1. Tidak terkena PPN
2. Apabila yang kita beli dalam unit 1 kiloan – tidak terkena biaya cetak.
3. Nilai jual kembali tinggi.

Kelemahan Emas Lantakan :
1. Tidak fleksibel; kalau kita simpan emas 1 kg, kemudian kita butuhkan 10 gram untuk keperluan tunai – tidak mudah untuk dipotong. Artinya harus dijual dahulu yang 1 kg, digunakan sebagian tunai – sebagian dibelikan lagi dalam unit yang lebih kecil – maka akan ada kehilangan biaya penjualan/adiminstrasi yang beberapa kali.
2. Kalau yang kita simpan unit kecil seperti unit 1 gram, 5 gram, 10 gram – maka biaya cetaknya akan cukup tinggi.
3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena adanya kendala ukuran. Pengguna yang butuh 100 gram, dia tidak akan tertarik membeli dari pengguna lain yang mempunyai kumpulan 10 gram-an. Pengguna yang akan menjual 100 gram tidak bisa menjual ke dua orang yang masing-masing butuh 50 gram dst.

Kelebihan Emas Perhiasan :
1. Selain untuk investasi, dapat digunakan untuk keperluan lain – dipakai sebagai perhiasan.

Kelemahan Perhaiasn :
1. Biaya produksi tinggi
2. Terkena PPN
3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena kendala model dan ukuran.

Dari perbandingan-perbandingan tersebut, kita bisa memilih sendiri bentuk investasi emas yang mana yang paling tepat untuk kita. Wallahu A'lam.
(M Iqbal, owner Gerai Dinar, 22 November 2008)

Sabtu, 04 Desember 2010

Berpacu Dengan Inflasi…

Pada tanggal 13 Januari 2008 lalu saya menulis tentang inflasi yang menghanguskan jerih payah kita bertahun-tahun; kali ini saya ingin mengupdate tulisan mengenai inflasi ini sesuai data terakhir.

Akhir pekan lalu Biro Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan laporan bulanannya yang lumayan lengkap dan dapat dilihat di situs mereka . Yang menarik perhatian saya adalah angka inflasi year on year yang mencapai angka 8.96% .

Apa ini artinya bagi kita ?, kalau tabungan kita atau bentuk investasi apapun yang kita lakukan tidak bisa mencapai angka 8.96% tersebut, berarti secara riil investasi kita telah menyusut nilainya.

Demikian pula bagi kita kaum pekerja, kalau penghasilan kita tidak mampu tumbuh diatas angka 8.96% tersebut maka kesejahteraan kita yang menurun karena barang dan jasa yang mampu kita beli dengan uang kita menjadi berkurang.

Bagaimana kalau situasi ini berlangsung tidak hanya tahun ini tetapi terus menerus ? inilah proses spiral pemiskinan yang karena terjadi secara bertahap – kita tidak ujug-ujug miskin – yang kita rasa hanya beban hidup yang semakin hari semakin berat.

Betapa tidak semakin berat - periode yang sama pada tahun lalu - kita ‘hanya’ mengalami angka inflasi year on year 6.29% , dengan angka inflasi tahun ini yang 8.96% maka dalam dua tahun terakhir saja barang-barang dan jasa yang kita butuhkan akan mengalami kenaikan harga rata-rata diatas 15 %.

Apakah kita yakin, bulan-bulan mendatang, tahun- tahun mendatang situasi ini akan berubah ? dari pada berspekulasi dengan waktu, akan lebih baik apabila kita bisa/mau berbuat sedini mungkin untuk mengalahkan inflasi ini – yang berarti juga mengalahkan proses pemiskinan bertahap.

Lantas apa yang dapat kita lakukan ? berikut adalah beberapa diantaranya:

1) Kalau asset Anda mayoritas berupa uang kertas di tabungan/deposito; periksa apakah selama beberapa tahun terakhir hasilnya pernah mengalahkan inflasi ? Kalau tidak berarti waktunya Anda pikirkan alternatif investasi yang lain.
2) Kalau Anda bisa berdagang atau berusaha di sector riil – ini yang ideal karena insyaallah anda akan relatif mudah mengalahkan invesatsi. Lihat tulisan saya tanggal 25 desember 2007 .
3) Kalau Anda belum terbiasa berdagang atau berusaha di sector riil, investasi di Dinar merupakan salah satu option terbaik. Pada tingkat harga yang relatif rendah sekarang saja – harga emas dunia dalam US Dollar pada saat artikel ini saya tulis masih berada 25.67% lebih tinggi dibandingkan harga emas setahun yang lalu. Harga dinar mengikuti harga emas – artinya mengalami kenaikan yang sama dengan kenaikan emas ini. Jadi diamnya Dinar Anda saja bisa mengalahkan inflasi – apalagi kalau Dinar ini juga diinvestasikan/diputar – maka hasilnya akan lebih baik lagi.
4) Butir 1, 2 dan 3 menyangkut investasi dari harta yang sudah Anda miliki, bagaimana dengan penghasilan rutin yang sekarang sedang Anda cari ?. Sekali lagi tes-nya relatif mudah – paling tidak dari sisi materi. Kalau rata-rata kenaikan penghasilan Anda dapat mengalahkan inflasi, maka insyaallah kesejahteraan Anda meningkat dari waktu ke waktu. Kalau tidak ?, Anda dapat mulai untuk merintis usaha Anda di sector riil atau perdagangan – insyaallah kesejahteraan Anda lebih terjamin disini sebagaimana hadits Ibnu Majjah " sembilan dari sepuluh pintu rizky adanya di perniagaan ."

Bumi Allah luas, rizky dariNya cukup untuk setiap makhluk sampai akhir hayatnya. Jadi inflasi-pun tidak akan mampu menyempitkan rizky kita. Wallahu A’lam. (M Iqbal, owner Gerai Dinar, 5 Mei 2008)

Kamis, 25 November 2010

Krisis Ekonomi Di Zaman Umar Bin Khattab


Umat Islam ternyata sejak dari dulu memang sudah tidak asing dengan krisis ekonomi. Setidaknya, sejak zaman Rasulullah, ada dua krisis ekonomi besar yang pernah dicatat oleh buku sejarah Islam.
Pertama, ketika umat Islam diboikot oleh kaum Yahudi dalam masa awal penyebaran Islam. Yang kedua, pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Apa penyebabnya dan bagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengentaskannya?
Krisis itu terjadi tepatnya pada tahun 18 hijriah. Peristiwa besar ini kemudian disebut "Krisis Tahun Ramadah". Saat itu di daerah-daerah terjadi kekeringan yang mengakibatkan banyak orang dan binatang yang mati. Orang-orang pun banyak yang menggali lubang tikus untuk mengeluarkan apa yang ada di dalmnya—saking langkanya makanan.
Khalifah Umar yang berkulit putih, saat itu terlihat hitam. Ia pun berdoa: "Ya Allah, jangan Engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad pada tanganku dan di dalam kepemimpinanku."
Beliau juga berkata kepada rakyatnya: "Sesungguhnya bencana disebabkan banyaknya perzinaan, dan kemarau panjang disebabkan para hakim yang buruk dan para pemimpin yang zalim... Carilah ridha Tuhan kalian dan bertobatlah serta berbuatlah kebaikan".
Tidak lama kemudian berbagai krisis tersebut segera diatasi. Saking sejahteranya, tiap bayi yang lahir pada tahun ke-1, mendapat insentif 100 dirham (1 dirham perak kini sekitar Rp. 30 ribu, tahun ke-2 mednapatkan 200 dirham, dan seterusnya. Gaji guru pun per bulan mencapai 15 dinar (1 dinar emas kini sekitar Rp 1,5 juta).
Pada tahun 20 hijriah, khalifah Umar juga mencetak mata uang dirham perak dengan ornamen Islami. Ia mencantuman kalimah thayibah, setelah sblmnya umat Islam menggunakan dirham dari Persia yang di dalamnya terdapat gambar raja-raja Persia.
Adapun pencetakan dinar emas berornamen Islami diberlakukan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan pada tahun 75 hijrah. (sa/Sumber: Al-Fiqh al-Iqtishadi li Amir al-Mukminin Umar Ibn Khathab")


http://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/krisis-ekonomi-di-zaman-umar-bin-khattab.htm

Rabu, 24 November 2010

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Tentang teori deret Fibonacci, saya pernah menulisnya hampir tiga tahun lalu untuk menggambarkan penurunan  nilai mata uang kertas. Kemudian saya juga telah menulis tentang teori peluruhan eksponensial sekitar 8 bulan lalu untuk menguatkan hal yang sama. Kini saya akan menggunakan dua teori tersebut untuk menjawab salah satu pertanyaan pembaca setia situs ini, yaitu seperti apa kiranya harga emas sepuluh tahun dari sekarang.

Sebelum saya uraikan aplikasi dari teori-teori tersebut, perlu saya jelaskan bahwa tidak ada seorang ahli-pun di dunia yang bisa mengetahui dengan pasti apa yang akan terjadi di masa yang akan datang – demikian pula dengan saya. Yang saya lakukan hanyalah mengolah data statistik harga emas dan nilai tukar Rupiah, kemudian menggunakannya dengan asumsi – bahwa peristiwa-peristiwa yang akan datang – tidak jauh berbeda dengan apa yang sudah pernah terjadi sebelumnya.

Untuk menduga harga emas 10 tahun yang akan datang, saya gunakan statistik harga emas dalam US$/Oz dan dalam Rp/Gram selama 40 tahun terakhir 1970 – 2010 yang sudah saya muat dalam tulisan tanggal 1 November 2010 di situs ini.

Dari statistik tersebut diatas, kita tahu bahwa seama 40 tahun terakhir – harga emas dunia rata-rata 2010 (sampai Oktober) dalam US$/Oz telah mengalami kenaikan sebesar 33 kali dibandingkan harga emas rata-rata tahun 1970; atau dalam Rupiah selama periode yang sama harga emas telah mengalami kenaikan sebesar 749 kali.  Dari data ini bila kita konversikan dengan bilangan Fibonacci (perkalian 1.618) dan waktu paruh US$ maupun Rupiah (yang berarti perkalian  2.0 untuk harga emas) ; maka selama  40 tahun terakhir dapat kita sarikan dalam tabel dibawah :

 
Deret FibonacciDeret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Menduga Harga Emas 10 Tahun Mendatang...

Cara membaca tabel diatas  adalah sebagai berikut :

·       Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas dalam US$ telah mengalami frekwensi Fibonacci sebanyak 7.05 dan dalam Rupiah sebanyak 13.5.
·       Rentang waktu (return period) dari satu titik Fibonacci ke titik berikutnya rata-rata selama 40 tahun terakhir  dalam US$ adalah 5.67 tahun sedangkan dalam Rupiah 2.96 tahun.
·       Dalam kurun waktu 1970-2010; harga emas bila dibeli dengan mata uang kertas telah berlipat dua (daya beli uang US$ maupun Rupiah tinggal separuh) sebanyak 4.85 kali (US$) dan 9.40 kali (Rupiah)
·       Selama 40 tahun terakhir, waktu paruh rata-rata mata uang kertas  adalah 8.25 tahun untuk US$ dan 4.26 tahun untuk Rupiah.

Dari rangkuman angka-angka statistik tersebut, dapat kita gunakan secara sederhana untuk menghitung berapa kira-kira harga emas sepuluh tahun yang akan datang baik dalam US$ maupun dalam Rupiah – dengan asumsi bahwa tidak terjadi pemburukan ekonomi dunia yang lebih parah dibandingkan dengan apa yang terjadi selama 40 tahun terakhir.

Deret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 TahunDeret Fibonacci dan Teori Peluruhan Untuk Estimasi Harga Emas 10 Tahun

Dengan menggunakan pendekatan deret Fibonacci Harga Emas rata-rata   10 tahun yang akan datang dapat dihitung dari harga emas rata-rata tahun ini  x kelipatan Fibonacci (1.618) ^ (10 /return period Fibonacci). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,789/Oz  dan dalam Rupiah adalah Rp 1,822,985/gram.

Bila kita gunakan teori peluruhan, maka harga emas rata-rata 10 tahun yang akan datang adalah sama dengan harga emas rata-rata tahun ini x 2 ^ (10/waktu paruh). Hasilnya untuk US$ adalah US$ 2,768/Oz dan dalam Rupiah adalah Rp 1, 831,898/gram.

Untuk memberi gambaran seberapa tinggi harga-harga tersebut dapat dibandingkan dengan tabungan US$ maupun tabungan Rupiah sebagai berikut :

·      Bila Anda menabung US$ 1,194 tahun ini (harga rata-rata emas dunia 2010 untuk 1 Oz), dengan hasil bersih rata-rata 1 % misalnya; maka 10 tahun yang akan datang uang Anda hanya menjadi US$ 1,319. Uang yang sama yang Anda rupakan emas menjadi antara US$ 2,768 – US$ 2,789 atau naik sekitar  2.2 kali dibandingkan dengan tabungan US$ Anda.
·      Bila Anda menabung Rp 359,000 (setara dengan harga 1 gram emas rata-rata tahun ini), maka bila tingkat hasil bersih rata-rata 6 % , setelah 10 tahun uang Anda akan menjadi Rp 749,000. Jumlah uang yang sama bila dirupakan emas akan bernilai antara Rp 1,822,985 - Rp 1,831,898    atau kurang lebih 2.6 kali dibandingkan yang ditabung dalam Rupiah.

Dari angka-angka diatas kita kemudian juga bisa menghitung pula bahwa harga Dinar saat itu (2020) insyaAllah akan berada di rentang rata-rata antara Rp 7,812,252/Dinar s/d Rp 7,850,445/Dinar.

Estimasi tersebut diatas adalah estimasi konservatif karena berasumsi bahwa tidak terjadi percepatan pemburukan ekonomi dunia dalam 10 tahun kedepan. Padahal kita tahu sejak beberapa tahun terakhir misalnya, daya beli US$ cenderung memburuk dengan cepat setelah berbagai langkah Quantitative Easing yang dilakukan oleh Federal Reserve-nya.  Jadi lebih besar peluang harga emas dunia untuk lebih tinggi dari perhitungan-perhitungan tersebut diatas – ketimbang peluangnya untuk lebih rendah.  Wa Allahu A’lam. (Muhaimin Iqbal, Owner Gerai Dinar, 18 November 2010)

Selasa, 23 November 2010

Menduga Sisa Nilai Uang Kertas Dengan Teori Peluruhan…





Waktu Paruh Uang Kertas
Para scientist telah lama menggunakan teori peluruhan eksponensial (exponential decay theory) untuk menduga usia benda-benda purbakala, fosil dan lain sebagainya. Konsep yang mudah untuk dipahami bersamaan dengan teori ini adalah adanya konsep waktu paruh (half-life), yaitu waktu yang diperlukan materi subjek peluruhan eksponensial untuk menjadi tinggal separuhnya dari materi semula.

Apabila teori ini berlaku untuk benda-benda yang ada di alam, apakah teori ini juga berlaku untuk kreasi manusia modern yang namanya uang kertas ?. Well, setahu saya belum ada yang membuat studi ilmiah tentang hal ini – namun dengan melihat statistik harga emas dunia dalam berbagai mata uang kertas selama 40 tahun terakhir – saya menduga bisa jadi teori peluruhan eksponensial ini juga berlaku untuk uang kertas.

Coba kita perhatikan fakta berikut ini : Pada tahun 1970, ketika emas masih dijadikan standar mata uang dunia dalam perjanjian Breton Woods  harga emas dunia saat itu berada pada angka US$ 35.94/Oz.  Dengan nilai tukar Rupiah Rp 415/US$; maka harga emas saat itu di Indonesia berada di kisaran Rp 480/gram.

Kini setelah 40 tahun berlalu, harga emas menjadi US$ 1,109/Oz  dan dengan nilai tukar Rp 9,175/US$ harga emas dalam Rupiah menjadi di kisaran Rp 327,000/gram. Artinya setelah 40 tahun, nilai US$ terhadap emas tinggal tersisa 3.24% dan nilai Rupiah tinggal 0.15%.

Nah fakta-fakta ini apabila kita plot-kan di grafik Nilai Sisa setelah waktu paruh ke N = 100%/2^N seperti diatas ; kita akan tahu dimana posisi US$ dan dimana pula posisi Rupiah. Setelah 40 tahun US$ kini berada pada waktu paruh antara ke 4 menuju waktu paruh ke 5; dengan kata lain US$ memiliki waktu paruh sekitar 8.9 tahun.

Pada periode 40 tahun yang sama Rupiah kini telah berada pada waktu paruh ke 9 menuju waktu paruh ke 10, atau dengan kata lain Rupiah memiliki waktu paruh di angka sekitar 4.2 tahun.

Apa maknanya ini ?;  Bila Anda memegang Rp 327,000 saat ini dapat Anda belikan 1 gram emas; bila Anda punya uang yang sama 4.2 tahun lagi maka Anda tinggal mendapatkan ½ gram emas. Setelah 8.4 tahun lagi, uang yang sama tinggal setara ¼ gram emas. Pada saat anak Anda yang sekarang di TK, masuk perguruan tinggi 12.6 tahun dari sekarang uang yang sama tersebut tinggal seharga 1/8 gram emas.

Aplikasi teori peluruhan untuk menduga nilai sisa dari uang kertas ini, bisa saja diperdebatkan  ke-ilmiahan-nya. Namun tidak ada salahnya kita menengok nilai uang kertas ini puluhan tahun kebelakang, agar kita bisa lebih bijak dalam memilih tabungan kita untuk penggunaan yang bisa jadi masih puluhan tahun kedepan.

Agar anak-anak kita bisa sekolah dengan dana yang cukup pada waktunya. Dan agar di usia senja kita, kita masih bisa membiayai segala kebutuhan kita sendiri. Wa Allahu A’lam. (M Iqbal, Owner Gerai Dinar, 30 Maret 2010)

Jumat, 19 November 2010

Kehancuran Uang Kertas Mengikuti Deret Fibonacci...

Bahwasanya uang kertas yang menjadi salah satu pangkal Riba pasti hancur, ini sudah dijanjikan Allah dalam surat Al Baqarah 276 : “Allah Memusnahkan Riba dan Mensuburkan Sedeqah...”.

Namun karena para ekonom dan ilmuwan sering mengabaikan peringatan Al-Qur’an dan mengandalkan teori dan analisa ilmiah semata, maka pada tulisan ini saya berusaha menjelaskan proses ilmiah kehancuran mata uang kertas (US Dollar, Rupiah ata apapun namanya) dengan menggunakan analisa statistik harga Dinar dalam Rupiah dan dalam US$ selama 40 tahun terakhir.

Dalam ilmu statistik ada yang dikenal sebagai Deret Fibonacci, yaitu deret angka-angka 0, 1, 1, 2, 3, 5, 8, 13, 21, 34, 55, 89,144, 233, 377, 610, 987, 1597, 2584, 4181, 6765..dst. Angka-angka ini dihasilkan dengan cara menjumlahkan dua angka sebelumnya menjadi angka berikutnya. Contoh angka 5 adalah 2+3 ; angka 8 adalah 5+3 dst.

Apa istimewanya bilangan tersebut ? . Coba Anda bagi mulai angka 34:21 kemudian 55:34 gunakan kalkulator Anda dan set menjadi 3 digit di belakang koma – maka hasil pembagian akan menjadi angka 1.618. Begitupun angka-angka sesudahnya apabila dibagi dengan angka sebelumnya hasilnya akan menuju angka 1.618 tersebut.

Nah sekarang sebaliknya, bagi angka sebelumnya dengan angka sesudahnya...maka Anda akan selalu mendapatkan hasil angka 0.618.

Lantas apa istimewanya angka 1.618 dan 0.618 ini?. Ternyata angka ini banyak sekali kita jumpai di alam dan di tubuh kita. Barangkali ini antara lain yang diperintahkan Allah kepada kita untuk berpikir dalam surat Adz Dzaariyaat 21 “Dan juga pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan ?”. Ternyata bilangan tersebut juga digunakan Allah untuk menciptakan keindahan tubuh kita.

Coba ukur bagian tubuh Anda di area-area berikut, maka Anda akan menjumpai angka Fibonacci tersebut :

1. Jarak antara ujung jari dan siku / jarak antara pergelangan tangan dan siku.

2. Jarak antara garis bahu dan unjung atas kepala / panjang kepala.
3. 
Jarak antara pusar dan ujung atas kepala / jarak antara garis bahu dan ujung atas kepala.
4. 
Jarak antara pusar dan lutut / jarak antara lutut dan telapak kaki.
5. dst. dst.

Lantas apa hubungannya ini semua dengan kehancuran Rupiah dan Dollar ?.

Allah menjanjikan keteraturan di bumi ini ; coba perhatikan ayat berikut “Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah”. (QS. Al Mulk, 67: 3-4).

Dengan keteraturan pulalah Allah menghancurkan apa-apa yang di bumi, termasuk dalam memusnahkan Riba tersebut. Bahkan proses terjadinya kiamat-pun terurai secara rinci di Al-Quran dan Al Hadits, kejadiannya tahap demi tahap.

Di pasar modal, tahun 1937 ada ekonom yang terkenal R.N. Elliot yaang memperkenalkan teori gelombang yang disebut Elliot Wave Theory. Intinya naik turunnya harga saham juga mengikuti Deret Fibonacci tadi. Apabila kita bisa mengetahui kapan puncak yang satu, maka puncak berikutnya akan mendekati 1.618 kali puncak sebelumnya.

Dalam kaitan dengan nilai Dinar terhadap mata uang kertas Rupiah, titik puncak yang pertama dalam sepuluh tahun terkahir adalah di tahun 1998, sekarang sudah melewati puncak kedua. Bisa saja dalam waktu yang tidak terlalu panjang Dinar akan kelihatan lebih murah lagi, tetapi ini hanya sementara, selanjutnya akan menuju Deret Fibonacci berikutnya. Anggap puncak itu sekarang adalah Rp 1,096,900 per Dinar. Maka setelah menurun beberapa lama, harga Dinar insyaallah akan menuju puncak berikutnya yaitu 1.618 x Rp 1,096,900 atau berarti Rp 1. 8 juta , berikutnya lagi Rp 2.9 juta, Rp 4.6 juta, Rp 7.5 juta dst....sampai Rupiah benar-benar nggak ada nilainya.

Photobucket

Dollar Amerikapun demikian, puncak Harga Dinar tertinggi sebelumnya terjadi tahun 1980 dengan harga 1 Dinar setara US$ 88. saat ini harga Dinar yang mencapai US$ 116 masih belum mencapai puncak berikutnya. Berdasarkan Deret Fibonacci tersebut maka harga Dinar dalam waktu nggak terlalu lama insyaallah akan mencapai US$ 124. setelah itu akan turun sebentar, sebelum akhirnya rally menuju puncak-puncak berikutnya yaitu US$ 200 ; US$ 326, US$ 527 dst...sampai US$ benar-benar tidak ada nilainya.

Photobucket

Rentang waktu antara puncak satu dengan puncak lainnya bisa panjang (lihat US Dollar) – bisa pendek (lihat Rupiah)– tetapi polanya jelas dan jaraknya dari puncak satu ke puncak lain untuk seluruh mata uang kertas makin lama makin pendek.

Tanda-tanda kehancuran mata uang kertas sudah sangat jelas...., mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran darinya.

*Catatan : Di pasar internasional yang pernah secara ringkas menggunakan Deret Fibonacci untuk analisa harga emas adalah Gold Price Organization, Ilmu duniawinya tulisan ini diilhami oleh analisa di situs mereka www.goldprice.org - saya hanya berusaha menambahkan sudut pandang saya sebagai seorang muslim melihat fenomena tersebut. (Muhaimin Iqbal, Owner Gerai Dinar, 30 Desember 2007)

Senin, 15 November 2010

Belajar Dari Kesuksesan Abdurrahman bin Auf Dalam Berdagang

Selain dari diri Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam yang terdapat contoh yang sempurna, kita juga bisa belajar dari sahabat-sahabat Beliau dalam mengembalikan kemakmuran Islam yang kita cita-citakan ini. Salah satu sahabat beliau yang patut kita contoh adalah Abdurrahman bin Auf Radiyallahu'anhu yang kesuksesannya dalam berbisnis bisa menjadi tauladan bagi seluruh pengusaha muslim saat ini, dalam hal urusan akhiratpun banyak yang bisa dicontoh dari Abdurrahman ini karena beliau termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga. Berikut disarikan prestasi-prestasi Abdurrrahman bin Auf Radiyallahu'anhu.

• Abdurrahman bin Auf Radiyallahu'anhu termasuk sahabat yang masuk Islam sangat awal, tercatat beliau orang kedelapan yang bersahadah 2 hari setelah Abu Bakar Radiyallahu'anhu. Beliau juga termasuk salah satu dari sepuluh sahabat yang dijamin masuk surga.
• Beliau termasuk salah satu dari enam orang yang ditunjuk oleh Umar bin Khattab Radiyallahu'anhu untuk memilih khalifah sesudahnya.
• Beliau seorang mufti yang dipercaya oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam untuk berfatwa di Madinah padahal Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam masih hidup.
• Beliau terlibat dalam perang Badar bersama Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan menewaskan musush-musuh Allah. Beliau juga terlibat dalam perang uhud dan bahkan termasuk yang bertahan disisi Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam ketika tentara kaum muslimin banyak yang meninggalkan medan peperangan. Dari peperangan ini ada sembilan luka parah ditubuhnya dan dua puluh luka kecil yang diantaranya ada yang sedalam anak jari. Dua perang ini juga menyebabkan luka dikakinya sehingga Abdurahman bin Auf Radiyallahu'anhu harus berjalan dengan pincang, dan juga merontokkan sebagian giginya sehingga beliau berbicara dengan cadel.
• Suatu saat ketika Rasullullah Shallallahu'alaihiwasallam  berpidato menyemangati kaum muslimin untuk berinfaq di jalan Allah, Abdurrahman bin Auf Radiyallahu'anhu menyumbang separuh hartanya yang senilai 2000 Dinar atau sekitar Rp 1.6 Milyar uang saat ini(saat itu beliau ‘belum kaya’ dan hartanya baru 4000 Dinar atau Rp 3.2 Milyar). Atas sedeqah ini beliau didoakan khusus oleh Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam yang berbunyi “Semoga Allah melimpahkan berkahNya kepadamu, terhadap harta yang kamu berikan. Dan Semoga Allah memberkati juga harta yang kamu tinggalkan untuk keluarga kamu.” Do’a ini kemudian benar-benar terbukti dengan kesuksesan demi kesuksesan Abdurrahman bin Auf berikutnya.
• Ketika Rasullullah membutuhkan dana untuk perang Tabuk yang mahal dan sulit karena medannya jauh, ditambah situasi Madinah yang lagi dilanda musim panas. Abdurrahman bin Auf memeloporinya dengan menyumbang dua ratus uqiyah emas sampai-sampai Umar bin Khattab berbisik kepada Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam “ Sepertinya Abdurrahman berdosa sama keluarganya karena tidak meninggali uang belanja sedikitpun untuk keluarganya”. Mendengar ini, Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bertanya pada Abdurrahman bin Auf, “Apakah kamu meninggalkan uang belanja untuk istrimu ?” , “ Ya!” Jawab Abdurrahman, “Mereka saya tinggali lebih banyak dan lebih baik dari yang saya sumbangkan”. “Berapa ?” Tanya Rasulullah. “ Sebanyak rizki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah.” Jawabnya.
• Setelah Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan keselamatan Ummahatul Mu’minin (para istri Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam).
• Abdurrahman bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah perdagangannya kepada penduduk Madinah padahal seluruh kafilah ini membawa barang dagangan yang diangkut oleh 700 unta yang memenuhi jalan-jalan kota Madinah. Selain itu juga tercatat Abdurrahman bin Auf telah menyumbangkan dengan sembunyi-sembunyi atau terang-terangan antara lain 40,000 Dirham (sekitar Rp 800 juta uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang senilai +/- Rp 32 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan 1,500 ekor unta
• Beliau juga menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu dengan santunan sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 320 juta) per orang untuk veteran yang jumlahnya tidak kurang dari 100 orang.
• Dengan begitu banyak yang diinfaqkan di jalan Allah, beliau ketika meninggal pada usia 72 tahun masih juga meninggalkan harta yang sangat banyak yaitu terdiri dari 1000 ekor unta, 100 ekor kuda, 3,000 ekor kambing dan masing-masing istri mendapatkan warisan 80.000 Dinar. Padahal warisan istri-istri ini masing-masing hanya ¼ dari 1/8 (istri mendapat bagian seperdelapan karena ada anak, lalu seperdelapan ini dibagi 4 karena ada 4 istri). Artinya kekayaan yang ditinggalkan Abdurrahman bin Auf saat itu berjumlah 2,560,000 Dinar atau sebesar Rp 2.05 trilyun !.

Bagaimana Abdurrahman bin Auf bisa sangat sukses berdagang dan juga dijamin masuk surga ?, berikut adalah yang bisa kita tiru dari beliau :

• Seluruh usahanya hanya ditujukan untuk mencari Ridhla Allah semata
• Bermodal dan berniaga barang yang halal dan menjauhkan diri dari barang yang haram bahkan yang subhat sekalipun.
• Keuntungan hasil usaha bukan untuk dinikmati sendiri melainkan ditunaikan hak Allah, sanak keluarga dan untuk perjuangan di Jalan Allah.
• Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan hartanya, bukan harta yang mengendalikannya.
• Sedeqah telah menyuburkan harta Abdurrahman bin Auf, sampai-sampai ada penduduk Madinah yang berkata “ Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagi-bagikan kepada mereka”.
• Keseluruhan harta Abdurahman bin Auf adalah harta yang halal, sehingga Ustman bin Affan Radiyallahu'anhu. yang termasuk kayapun bersedia menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran perang Badar. Atas pembagian ini Ustman bin Affan berkata, “ Harta Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan berkat”.(M Iqbal, 12 Desember 2007)

Minggu, 14 November 2010

Sejarah Uang Dalam Islam

Untuk bisa lebih memahami dan mencari solusi penerapan sistem moneter Islam, kita harus kembali lagi ke konteks sejarah perkembangan uang dalam dunia Islam – bagaimana sebenarnya Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, generasi shabat dan generasi sesudahnya menggunakan uang.

Pada zaman Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dikenal dua jenis uang yaitu uang yang berupa komoditi logam dan koin yang berasal dari kekaisaran Roma (Byzantine). Dua jenis uang logam yang digunakan adalah emas (Dinar) dan perak (Dirham). Logam tembaga juga digunakan secara terbatas dan tidak sepenuhnya dihukumi sebagai uang, disebut fals atau jamaknya fulus.

Tercatat bahwa Dirham dicetak pertama kali oleh Kekalifahan Umar bin Khattab pada sekitar abad 18 H, meskipun demikian koin logam emas dan perak dari Byzantine tetap juga diterima oleh masyarakat Islam. Dinar dicetak pertama kali pada zaman Kekalifahan Mu’awiya bin Abu Sufyan (41-60H), meskipun juga koin emas dan perak dari Byzantine tetap dipakai sampai sekitar thaun 75H-76 H pada zaman Kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan – ketika yang terakhir ini melakukan reformasi finansialnya dan mulai saat itu hanya Dinar dan Dirham yang dicetak sendiri oleh Kekhalifan Islam yang berlaku.

Pada awalnya koin emas yang dicetak di masa-masa tersebut mempunyai kwalitas cetakan yang kurang baik dan berat masing-masing koin yang tidak standar, oleh karenanya penggunaan uang logam ini awalnya lebih mengandalkan pada timbangan berat daripada menghitung jumlah koinnya. Awalnya penggunaan berdasarkan hitungan jumlah koin (bukan berat) hanya dilakukan terhadap koin perak Dirham dan fulus dari tembaga – karena keduanya memiliki nilai yang relatif rendah dibandingkan koin emas Dinar. Disinilah awal dikenalnya fungsi uang sebagai numeraire yang diperkenalkan oleh Islam.

Uang emas(Dinar) dan uang perak (Dirham) baru digunakan berdasarkan jumlah koinnya (bukan timbangannya) sebagaimana kita kenal secara konvensioanl seperti sekarang ini tercatat di dunia Islam baru sekitar abad ke 4 Hijriyah . Dalam kejayaan Islam umumnya kedua jenis uang emas dan perak digunakan bersama meskipun juga dipengaruhi ketersedeiaan bahan dan budaya setempat. Di zaman Salahuddin Al Ayyubi uang emas banyak dipakai di Persia dan spanyol, sedangkan perak (Dirham) banyak dipakai di Afrika Utara dan Semenanjung Arab.

Selain Dinar, Dirham dan Fulus (uang tembaga), di sejarah Kekhalifahan Islam juga dikenal adanya uang Maghshus yaitu uang yang dibuat dari campuran logam mulia (emas atau perak ) dengan logam lain seperti tembaga, perunggu dan lain sebagainya .

Dalam sejarah awal Islam apabila fulus digunakan, maka penggunaannya biasanya terbatas pada konteks lokal yang tidak terlalu luas dimana para pelaku bisa saling mengenal dan saling percaya. Fulus dari tembaga untuk perdagangan jarak jauh baru dicetak oleh pemerintahan Mamluk awal abad 9 H. Pada pemerintahan Mamluk tersebut ditetapkan bahwa nilai Dirham dari Tembaga (sebenarnya fulus) sama dengan Dirham dari perak (uang yang sesungguhnya); tetapi penetapan ini tidak di terima di masyarakat terbukti dari harga fulus Dirham yang dari tembaga jatuh. Pengalaman ini menunjukkan bahwa nilai uang yang sesungguhnya (dalam arti daya beli atau nilai tukarnya) tidak bisa ditentukan berdasarkan keputusan pemerintah, nilai uang akan tergantung dua hal yaitu apabila tidak berdasarkan nilai intrinsik-nya maka akan berdasarkan kepercayaan pasar yang menggunakannya.

Karena fulus yang dicetak rencananya untuk perdagangan jarak jauh tidak diterima dengan baik oleh pasar, maka pada masa tersebut mulai dilahirkan pula apa yang disebut sebagai suftaja atau al suftajah – semacam apa yang kita kenal sekarang dengan letter of credit. Suftaja ini dikeluarkan oleh tempat penukaran uang (Sharf) di tempat asal, untuk ditukar dengan uang koin Dinar atau Dirham di tempat penukaran uang di kota tujuan. Suftaja memiliki banyak kemiripan dengan uang kertas yang kita kenal yaitu mudah dibawa dalam perjalanan jauh dan berperan sebagai surat janji (promissory note) untuk bisa ditukar kembali dengan uang sesungguhnya. Suftaja juga banyak dipakai di Kekhalifahan Usmaniah antara abad 17 – 19 karena luasnya wilayah kekhalifahan sehingga diperlukan efektifitas pembayaran pembayaran perdangan jarak jauh .

Usaha memaksakan uang tanpa nilai intrinsik (uang kertas) pada dunia Islam sebenarnya juga pernah dilakukan oleh kekaisaran Mongols pada tahun 1294, namun gagal total hanya dalam dua bulan karena masyarakat Islam menolaknya. Sekali lagi hal ini membuktikan bahwa uang yang tidak di dukung dengan nilai intrinsik dan juga tidak didukung oleh kepercayaan masyarakat penggunanya pasti gagal.

Ber abad-abad berikutnya tepatnya mulai abad ke 19 uang kertas mulai diperkenalkan lagi ke dunia Islam (tentu juga dunia di luar Islam) melalui dua tahap. Tahap pertama masih didukung penuh dengan cadangan emas yang dikenal dengan Gold Standard atau Gold Exchange Standard. Tahap kedua adalah uang kertas atau uang fiat yang kita kenal sampai sekarang yang tidak didukung dengan cadangan emas. Uang kertas terakhir ini sebenarnya mengandung ketidak pastian yang sangat tinggi terhadap nilainya (gharar) seperti yang sudah terbukti di Indonesia melalui dua kejadian yaitu Sanering Rupiah 1965 dan Krisis Moneter 1997-1998. Peningkatan risiko ini disebabkan pertama karena uang kertas atau uang fiat yang tidak memiliki nilai intrinsik, dan kedua karena perdagangan internasional sudah semakin luas sehingga keterikatan sosial antar pelaku pasar sudah semakin renggang – sedikit saja kepercayaan pasar menurun terhadap suatu mata uang – maka hancurlah mata uang tersebut. Kepastian nilai mata uang kertas hanya bisa terjadi apabila uang kertas tersebut sepenuhnya mempunyai penyeimbang (counterbalance) yang jumlahnya sama dengan uang yang beredar, yaitu yang disebut 100 gold reserve system, atau di back up oleh kekayaan riil lain (misalnya minyak) yang nilainya setara dengan uang yang beredar tersebut.(M Iqbal, owner Gerai Dinar, 12 Januari 2007)

Rabu, 10 November 2010

Prinsip 1/3 Dalam Pengelolaan Harta

Ada sebuah nasihat yang sangat Indah kepada diri saya sendiri yang juga insyaallah bermanfaat bagi pembaca. Nasihat ini saya ambilkan dari kitab Riyadus –Shalihin yang ditulis oleh orang sholeh zaman dahulu yang terkenal keikhlasannya. Saking ikhlasnya Imam Nawawi, konon kitab asli dari Riyadus Shalihin tersebut tidak bisa dibakar oleh api.

Nasihat ini sendiri berasal dari hadits Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam yang panjang sebagai berikut : Dari Abu Hurairah Rodiyallahu Anhu, dari nabi Shallallahu'alaihiwasallam, beliau bersabda, “ Pada suatu hari seorang laki-laki berjalan-jalan di tanah lapang, lantas mendengar suara dari awan :” Hujanilah kebun Fulan.” (suara tersebut bukan dari suara jin atau manusia, tapi dari sebagian malaikat). Lantas awan itu berjalan di ufuk langit, lantas menuangkan airnya di tanah yang berbatu hitam. Tiba-tiba parit itu penuh dengan air. Laki-laki itu meneliti air (dia ikuti ke mana air itu berjalan). Lantas dia melihat laki-laki yang sedang berdiri di kebunnya. Dia memindahkan air dengan sekopnya. Laki-laki (yang berjalan tadi) bertanya kepada pemilik kebun : “wahai Abdullah (hamba Allah), siapakah namamu ?”, pemilik kebun menjawab: “Fulan- yaitu nama yang dia dengar di awan tadi”. Pemilik kebun bertanya: “Wahai hambah Allah, mengapa engkau bertanya tentang namaku ?”. Dia menjawab, “ Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang inilah airnya. Suara itu menyatakan : Siramlah kebun Fulan – namamu-. Apa yang engkau lakukan terhadap kebun ini ?”. Pemilik kebun menjawab :”Bila kemu berkata demikian, sesungguhnya aku menggunakan hasilnya untuk bersedekah sepertiganya. Aku dan keluargaku memakan daripadanya sepertiganya, dan yang sepertiganya kukembalikan ke sini (sebagai modal penanamannya)”. (HR. Muslim).

Bayangkan, bila Allah mengirimkan awan khusus untuk menyirami kebun kita. Di kala orang lain kekeringan, lahan kita tetap subur. Di kala usaha lain pada bangkrut usaha kita tetap maju, dikala krisis moneter menghantam negeri ini – kita tetap survive. Dan ketika usaha kita berjalan baik sementara saudara-sauadara kita kesulitan. sepertiga hasil usaha kita untuk mereka – alangkah indahnya sedeqah ini.

Bagaimana kita bisa memperoleh pertolongan Allah dengan awan khusus tersebut ?, kuncinya ya yang di hadits itu : kita bersama keluarga kita hanya mengkonsumsi sepertiga dari hasil kerja kita. Sepertiganya lagi kita investasikan kembali, dan yang sepertiga kita sedeqahkan ke sekeliling kita yang membutuhkannya.

Karena janji Allah dan rasulNya pasti benar, maka kalau tiga hal tersebut kita lakukan – Insyaallah pastilah awan khusus tersebut mendatangi kita. Namun jangan dibayangkan bahwa awan khusus tersebut harus benar-benar berupa awan yang mendatangi kita. Bisa saja awan khusus tersebut berupa teman –teman kita yang jujur yang memudahkan kita dalam berusaha, atasan kita yang adil yang memperjuangkan hak-hak kita, atau karyawan kita yang hati-hati yang menjaga asset usaha kita, dan berbagai bentuk ‘awan khusus’ lainnya. Wallahu A’lam bis showab.(M Iqbal, Owner Gerai Dinar, 8 Januari 2008)

Minggu, 07 November 2010

Inflasi Yang Menghanguskan Hasil Jerih Payah Kita Bertahun-Tahun…

Kemarin saya di hari libur sempat ngobrol dengan salah satu pengunjung GeraiDinar di Depok…., ini awal pertama kalinya pengunjung tersebut melihat Dinar secara fisik dan langsung jatuh hati dengan memulai memindahkan sebagian tabungannya ke Dinar.

Saya ingin mengangkat diskusi dengan pengunjung tersebut karena alasannya pindah ke Dinar barangkali bisa menjadi inspirasi bagi pembaca blog ini. Dari penuturan pengunjung tersebut saya menangkap bahwa selama ini dia dan keluarganya kawatir kalau hasil jerih payah dia bertahun-tahun bisa hangus begitu saja - kalau hanya disimpan dalam mata uang Rupiah ataupun Dollar.

Menurut saya sendiri alasan tersebut sangat benar dan pesan itulah yang saya juga ingin sampaikan ke pembaca blog ini melalui tag line “Investasi & Proteksi Nilai”. Kalau ditulisan saya sebelumnya saya katakan bahwa Dinar sebagai investasi hanya no 2 , tetapi sebagai Proteksi Nilai – Dinar tidak ada duanya.

Untuk memahami bagaimana Proteksi Nilai ini bekerja, saya ambilkan contoh kinerja kawan saya yang tergolong Average High dalam prestasi kerja dan investasinya. Saat ini usianya awal 40-an dan mulai bekerja tahun 1990. Ketika mulai bekerja penghasilan dia Rp 1,000,000,- net; saat ini penghasilannya hampir Rp 37,000,000,- net per bulan.

Dengan keinginannya yang kuat untuk bisa menyekolahkan anak-anaknya dan memiliki hari tua yang terjamin, teman saya tersebut rajin menyisihkan rata-rata sekitar 20% dari penghasilannya setiap bulan untuk ditabung di Bank Pemerintah. Akhir tahun kemarin tabungannya telah mencapai Rp 1.033 milyar. Memuaskankah hasil tabungan yang dikumpulkan dengan jerih payah ini ?.

Coba kita lihat dari dua grafik berikut; dilihat dari kaca mata uang Rupiah – betul uang dia naik terus – maskipun naiknya masih kalah dengan kenaikan Dinar. Tetapi tabungan Rupiah masih lebih baik daripada US$ kalau dipotret selama 18tahun ini – dengan mempertimbangkan bagi hasil perbankan yang jauh lebih tinggi di Rupiah dibandingkan dengan Dollar.

Dalam Rupiah tabungan teman tersebut tentu saja naik terus. Disamping mendapatkan bunga (awalnya bunga karena saat itu Bank Syariah belum seluas sekarang, tetapi kemudian hijrah ke bank syariah menjadi bagi hasil), nilai tabungan juga terus ditambah dengan penyisihan rutin 20% dari gaji bulanannya.

Mari sekarang kita lihat dengan ukuran yang lain yaitu Dinar. Mengapa Dinar ? , Karena Dinar-lah yang nilainya baku dan bisa dipakai untuk mengukur daya beli sesungguhnya sepanjang zaman. Saya sudah menjelaskan argumen ini di tulisan-tulisan sebelumnya, baik secara statistik harga minyak yg merupakan salah satu parameter ekonomi modern maupun berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Dengan mengubah sumbu Y grafik pertama dari Rupiah ke Dinar, maka segera nampak – bahwa sejak teman saya memulai menabung 18 tahun lalu, sudah dua kali tabungannya menyusut. Tahun 1997-1998 penurunan in sangat drastik dan mendadak sehingga dirasakan oleh seluruh masyarakat negeri ni. Dua tahun terakhir, penyusutan nilai uang kertas terhadap Dinar sebenarnya juga sangat significant – namun karena terjadinya gradual – banyak yang tidak menyadarinya.

Bayangkan…kita kerja keras banting tulang dan menyisihkan sebagian dari hasil jerih payah tersebut dalam bentuk tabungan untuk mengamankan masa depan kita dan anak-anak…eh ternyata kekayaan kita malah secara berkala menyusut dihanguskan oleh apa yang disebut Inflasi.

Masalah tergerusnya hasil kerja keras kita oleh inflasi ini bukan hanya terjadi di negara kita, di negara yang mengaku super power-pun hal ini terjadi. Analisa seperti yang saya buat ini pernah juga dibuat oleh Larry Parks, Executive Director, FAME (Foundationof the Advancement of Monetary Education) yaitu LSM yang berusaha menyadarkan rakyat Amerika akan bahaya system uang kertas. Dengn lantang Larry berpesan kepada rakyat Amerika : "With the monetary system we have now, the careful saving of a lifetime can be 
wiped out in an eyeblink."
Wallahu A’lam. (oleh M Iqbal, owner Gerai Dinar, 13 Januari 2008)

Sabtu, 06 November 2010

Sebagai Instrumen Investasi, Dinar Hanya Di Peringkat Ke Dua Setelah...

Islam mengajarkan kita untuk selalu jujur, termasuk ketika kita berdagang. apabila barang dagangan kita cacat atau ada kelemahanpun kita harus memberi tahu ke pembeli atau memudahkan pembeli untuk mengetahui cacat/kelemahan barang dagangan tersebut.

Anda mungkin merasa ini Aneh, karena setiap penjual kecap akan selalu mempromosikan kecapnya sebagai no 1 (yang terbaik) - penjual apapun juga demikian - lihat misalnya di persaingan iklan operator telepon seluler - masing-masing mengklaim dirinya yang terbaik, padahal mereka semua tahu persis bahwa yang no 1 mestinya ya hanya 1, lainnya pasti no 2, 3 dst.

Dalam konteks memperkenalkan jualan yang jujur inilah, dari awal kita ingin memperkenalkan bahwa Dinar sebagai alat investasi hanya menduduki Peringkat 2. Anda kaget ?, begitulah realitanya. Betul bahwa dalam 40 tahun terakhir Dinar atau emas mengalami appresiasi nilai rata-rata 28.73% per tahun terhadap Rupiah; terhadap US$ rata-rata peningkatan nilai 10.12%/tahun dalam kurun waktu yang sama - khusus tahun ini per hari ini (25/12/2007) Dinar/emas mengalami peningkatan nilai 30.10 % dibandingkan nilai Dinar/emas setahun yang lalu. Appresiasi ini tentu sangat jauh dibandingkan dengan hasil deposito Rupiah (rata-rata hanya 7- 6 % bersih pertahun) maupun Dollar (3- 4 % bersih pertahun); namun tetap ada investasi lain yang lebih menarik dari Dinar/emas - apa itu ?.

Investasi yang paling menarik adalah usaha/perdagangan yang berjalan baik. Ambil contoh Anda memiliki usaha perdagangan dengan modal 100 Dinar, setiap minggu Anda berhasil mendapatkan keuntungan 1 % saja dari modal atau 1 Dinar, maka dalam setahun uang Anda telah menjadi 167 Dinar atau peningkatan nilai 67% - mengapa demikian ? , karena setahun ada 52 minggu ditambah efek compound dari hasil yang diinvestasikan kembali.

Meskipun usaha/perdagangan yang berhasil merupakan investasi no 1, Ada prasyarat untuk ini yaitu Anda harus sangat menguasai bisnis atau perdagangan Anda. hal ini menuntut banyak hal mulai dari pengetahuan, pengalaman, disiplin diri, kontrol disamping modal itu sendiri.

Kalau Anda tidak memiliki salah satunya maka Islam memberi banyak solusi. Kalau Anda hanya punya modal tetapi tidak memiliki keahlian berusaha, maka Anda dapat menjadi shahibul mal dan mencari mudharib yang bisa menjalankan usaha yang Anda minati. Kalau Anda hanya memiliki keahlian tetapi tidak memiliki modal, maka Anda dapat menjadi mudharib dan mencari shahibul mal yang sesuai dengan keahlian Anda. Kalau Anda memiliki modal dan keahlian tetapi merasa dua hal ini tidak memadai, maka Anda dapat mencari mitra untuk bersyarikah. Intinya tidak ada alasan untuk tidak mulai merintis usaha.

Ada langkah yang sangat aman dalam merintis usaha ini, dan inilah yang kita lakukan di Gerai Dinar; yaitu menjadikan usaha kita berbasis Dinar. Kita sadari bahwa Dinar hanya no 2 sebagai investasi, dan usahalah/perdagangan sektor riil-lah yang no 1; namun dengan menggunakan Dinar sebagai basis usaha kita (sebaga1 unit account & penyimpan nilai stock) - maka seburuk-buruk hasil usaha ini adalah masih no 2. Ibarat di pertandingan final, juara 2 sudah kepegang - tinggal berjuang keras sedapat mungkin menjadi juara 1 tentunya.

Lebih dari itu Dinar bukan hanya sebagai alat investasi; perpindahan Anda dari uang kertas ke uang Riil berupa Dinar dan Dirham adalah perpindahan dari timbangan yang tidak adil ke timbangan yang Adil. Apapun hasil investasi Anda, jangan menoleh kebelakang kembali atau membandingkan hasil usaha Anda ke timbangan/ukuran yang tidak adil (uang fiat/uang kertas) tersebut. Wallahu a'lam bis showab (Oleh M Iqbal, Owner Gerai Dinar, 25 Desember 2007)

Bukti Stabilitas Daya Beli Dinar (Emas) dan Dirham (Perak) dari Al-Qur'an dan Al- Hadits

(Oleh Muhaimin Iqbal, 22 November 2008)

Mungkin Anda bertanya apakah ada uang atau unit of account di zaman ini yang tidak terpengaruh oleh inflasi ?, jawabnya ada yaitu mata uang yang memiliki nilai intrinsik yang sama dengan nilai nominalnya yaitu mata uang yang berupa emas dan perak atau dalam khasanah Islam disebut sebagai Dinar dan Dirham.


Mungkin pertanyaan Anda selanjutnya adalah apa benar emas dan perak atau Dinar dan Dirham tidak terpengaruh oleh inflasi atau daya belinya memang tetap sepanjang zaman ?, untuk menjawab pertanyaan ini diperlukan uraian yang agak panjang sebagi berikut :

Beberapa bukti sejarah yang sangat bisa diandalkan karena diungkapkan dalam al-Qur’an dan Hadits dapat kita pakai untuk menguatkan teori bahwa harga emas (Dinar) dan perak (Dirham) yang tetap, sedangkan mata uang lain yang tidak memiliki nilai intrinsik terus mengalami penurunan daya beli (terjadi inflasi).

Dalam Al-Qur'an yang agung, Allah berfirman :"Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: ”Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini?)”. Mereka menjawab: “Kita tinggal (di sini) sehari atau setengah hari”. Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu tinggal (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah dia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun". (Al-Kahf 019)
Di ayat tersebut diatas diungkapkan bahwa mereka meminta salah satu rekannya untuk membeli makanan di kota dengan uang peraknya. Tidak dijelaskan jumlahnya, tetapi yang jelas uang perak. Kalau kita asumsikan para pemuda tersebut membawa 2-3 keping uang perak saja, maka ini konversinya ke nilai Rupiah sekarang akan berkisar Rp 100,000. Dengan uang perak yang sama sekarang (1 Dirham sekarang sekitar Rp 33,900) kita dapat membeli makanan untuk beberapa orang. Jadi setelah lebih kurang 18 abad, daya beli uang perak relatif sama. Coba bandingkan dengan Rupiah, tahun 70-an akhir sebagai anak SMA yang kos saya bisa makan satu bulan dengan uang Rp 10,000,-. Apakah sekarang ada anak kos yang bisa makan satu bulan dengan uang hanya Rp 10,000 ? jawabannya tentu tidak. Jadi hanya dalam tempo kurang dari 30 tahun saja uang kertas kita sudah amat sangat jauh perbedaan nilai atau kemampuan daya belinya.

Mengenai daya beli uang emas Dinar dapat kita lihat dari Hadits berikut :

”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata : saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi
Shalallahu'alayhiwasallam memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau; lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi Shalallahu'alayhiwasallam mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli debupun, ia pasti beruntung” (H.R.Bukhari)

Dari hadits tersebut kita bisa tahu bahwa harga pasaran kambing yang wajar di zaman Rasulullah
Shalallahu'alayhiwasallam adalah satu Dinar. Kesimpulan ini diambil dari fakta bahwa Rasulullah Shalallahu'alayhiwasallam  adalah orang yang sangat adil, tentu beliau tidak akan menyuruh ‘Urwah membeli kambing dengan uang yang kurang atau berlebihan. Fakta kedua adalah ketika ‘Urwah menjual salah satu kambing yang dibelinya, ia pun menjual dengan harga satu Dinar. Memang sebelumnya ‘Urwah berhasil membeli dua kambing dengan harga satu Dinar, ini karena kepandaian beliau berdagang sehingga ia dalam hadits tersebut didoakan secara khusus oleh Rasulullah Shalallahu'alayhiwasallam. Diriwayat lain ada yang mengungkapkan harga kambing sampai 2 Dinar, hal ini mungkin-mungkin saja karena di pasar kambing manapun selalu ada kambing yang kecil, sedang dan besar. Nah kalau kita anggap harga kambing yang sedang adalah satu Dinar, yang kecil setengah Dinar dan yang besar dua Dinar pada zaman Rasulullah Shalallahu'alayhiwasallam maka sekarangpun dengan ½ sampai 2 Dinar (1 Dinar pada saat saya menulis artikel ini = Rp 1,171,725) kita bisa membeli kambing dimanapun di seluruh dunia – artinya setelah lebih dari 14 abad daya beli Dinar tetap. Coba bandingkan dengan Rupiah kita. Pada waktu saya SD (awal 70-an) bapak saya membelikan saya kambing untuk digembala sepulang sekolah, harga kambing saat itu berkisar Rp 8,000. Nah sekarang setelah 35 tahun apakah kita bisa membeli kambing yang terkecil sekalipunpun dengan Rp 8,000 ? tentu tidak. Bahkan ayam-pun tidak bisa dibeli dengan harga Rp 8,000 !. Wallahu A'lam bi showab.

Jumat, 05 November 2010

Dinar Untuk Napak Tilas Jejak Karir...

(Ditulis M Iqbal, owner Gerai Dinar, 2 November 2010)
Melanjutkan cerita tentang teman saya yang berkarir cemerlang dengan posisi sekarang sebagai direktur di grup perusahaan besar, kali ini saya ingin mendalami mengapa dia selama 15 tahun terakhir tidak merasakan adanya peningkatan kemakmuran. Apa yang terjadi dengan karirnya ?. Untuk pendalaman ini saya minta dia mengingat-ingat setiap perubahan dalam karir dan pendapatannya, kemudian saya plot-kan berdasarkan tabel harga Dinar yang saya muat di situs ini kemarin (01/11/2010). Hasil dari pemetaan perubahan karir dia selama 15 tahun terakhir ini dapat dilihat pada grafik dibawah.

Dinar dan Jejak KarirDinar dan Jejak Karir

Kita bisa melihat dari grafik tersebut diatas bahwa sebenarnya tidak ada yang salah dengan perjalanan karir dia, bahkan sebagai professional dia termasuk professional yang karirnya cemerlang. Perhatikan ketika dia berhasil meningkatkan penghasilannya dua kali lipat pada tahun 2000 ketika dia pindah ke perusahaan lain sekaligus promosi menjadi general manager. Lompatan berikutnya terjadi ketika lima tahun kemudian  diangkat menjadi direktur di grup perusahaannya.

Lantas mengapa dengan perjalanan karir yang diatas rata-rata ini secara factual dia tidak bisa merasakan peningkatan kemakmuran ?. Ternyata ini adalah karena dia mengelola penghasilannya sama dengan pada umumnya masyarakat – yaitu mengelolanya dengan instrumen investasi finansial yang tidak terkait langsung dengan sektor riil.

Karena dari penghasilan dia baik yang di tabung di bank, deposito, asuransi, reksadana dan lain sebagainya semuannya ber-denominasi mata uang kertas Rupiah atau US$,  maka ketika daya beli uang kertas tersebut terus menyusut, tingkat kemakmuran dia juga ikut tergerus bersamanya. Perhatikan garis merah yang menunjukkan penghasilan dalam Rupiah yang secara angka terus naik, tetapi bila dibandingkan garis kuning yang menunjukkan penghasilan setelah  dikonversikan kedalam Dinar yang merepresentasikan daya beli uang terhadap benda riil – terus mengalami penurunan.

Sama dengan umumnya masyarakat Indonesia pula, pada tahun 1998 ketika krisis moneter terjadi – meskipun gaji dia dalam Rupiah masih mengalami kenaikan – daya beli terhadap kebutuhan sehari-hari yang diwakili oleh harga Dinar tergerus menjadi hampir sepertiganya. Posisi dia ini baru ter-recover setelah lompat ke perusahaan lain dengan posisi yang lebih tinggi pada tahun 2000.

Pelajaran apa yang sebenarnya bisa kita ambil dari pengalaman teman saya tersebut  di atas ?. Bahwa ternyata hanya mengandalkan perjalanan karir yang cemerlang sekalipun, bila kita hanya mengelola penghasilan kita dengan instrumen investasi finansial semata – akan sulit kita untuk dapat meningkatkan kemakmuran; bahkan mempertahankannya-pun bisa jadi tidak mudah.

Lantas apa solusinya ?,  solusi terbaik menurut saya adalah sedini mungkin menggunakan sebagian penghasilan Anda untuk investasi di sektor riil secara langsung. Pertama ini akan mengamankan hasil jerih payah Anda dari gerusan inflasi atau penurunan daya beli, kedua adalah bisa jadi ini menjadi sarana Anda untuk memberi manfaat pada orang lain dengan menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Mudahkan langkah ini ditempuh ?. Jelas tidak mudah. Itulah sebabnya saya menganjurkan Anda untuk merintisnya sedini mungkin.

Ambil contoh pengalaman teman saya tersebut diatas. Seandainya ketika masih muda sebagai manager perusahaan asing tahun 1995 dengan gaji yang Rp 10 juta atau setara lebih dari 80 Dinar saat itu, dia mulai menyisihkan penghasilannya untuk investasi sektor riil secara langsung – kemudian dia harus mengalami jatuh bangun selama tujuh kali atau lebih sekalipun – sebelum ketemu sektor riil yang pas untuk dia; maka kemungkinan saat ini dia sudah akan mampu mempertahankan penghasilannya dari gerusan inflasi – atau bahkan mengalahkannya. Wa Allahu A’lam.

Kamis, 04 November 2010

Dinar Sebagai Yardstick Kemakmuran dan Perencanaan Keuangan...

(Ditulis oleh M Iqbal, Owner of Gerai Dinar, 1 November 2010 )
Ada seorang teman yang saya kenal baik sejak tahun 1990-an hingga kini, karena kedekatan tersebut dia cukup leluasa mengungkapkan segala problem financial-nya ke saya. Pada tahun 1995 dia diangkat menjadi manager di perusahaan asing dengan penghasilan sekitar Rp 10 juta per bulan; kini dia  direktur di salah satu group perusahaan besar dengan gaji Rp 100 juta-an per bulan !. Yang jadi pertanyaan dia ke saya adalah mengapa dengan gaji 10 kali lipat dibandingkan dengan gaji dia tahun 1995, dia tidak merasakan adanya peningkatan kemakmuran selama 15 tahun ini ?.

Disinilah problem yang terjadi dengan uang kertas, karena nilainya yang terus bergerak turun – angka di penghasilan kita bisa saja terus meningkat tetapi tidak berarti daya beli riil kita juga meningkat. Untuk bisa melihat daya beli riil kita, kita harus menggunakan timbangan yang juga benda riil – salah satunya adalah Dinar. Untuk melihat situasi financial teman saya tersebut diatas misalnya, kita dengan mudah dapat gunakan tabel dibawah.

Estimasi Harga Dinar 1970-2010
 
Penghasilan dia tahun 1995 yang Rp 10 juta saat itu kurang lebih setara dengan 82.29 Dinar. Dengan harga Dinar pagi ini dikisaran Rp 1,670,000,-/Dinar , penghasilan dia yang Rp 100 juta hanya setara dengan 59.88 Dinar !. Jadi setelah bekerja 15 tahun lebih dengan penghasilan dalam Rupiah yang sudah meningkat 10 kali lipat, tentu saja sang direktur tidak merasakan peningkatan kemakmuran karena daya beli riil dia selama ini bukannya naik tetapi malah turun.

Mengapa harga Dinar ini lebih akurat untuk mengukur daya beli riil kita ketimbang data inflasi di negara maju sekalipun ?; adalah sejarah ribuan tahun yang membuktikan hal ini. 1 Dinar di jaman Rasulullah SAW dapat untuk membeli 1 ekor kambing kurban yang baik, kini dengan 1 Dinar yang sama Anda tetap dapat memilih kambing kelas A untuk ber-kurban. Bila Dinar stabil daya belinya terhadap kambing, tentu dia juga memiliki daya beli stabil untuk kebutuhan kita lainnya.

Dengan menggunakan tabel yang sama, Anda juga dapat mengukur kinerja financial Anda dalam perjalanan karir Anda selama ini – jangan-jangan tanpa Anda sadari - Anda juga menjadi korban penurunan daya beli seperti teman saya tersebut. Lantas apa manfaatnya mengetahui kondisi riil kita ini ?. Bila kita berhasil mengidentifikasi masalahnya, maka ada kemungkinan kita bisa memperbaiki situasinya. Sebaliknya bila kita tidak tahu masalahnya, tentu akan sulit untuk mencari pemecahannya.

Untuk kasus teman saya tersebut misalnya; dengan penghasilannya sebagai direktur yang sekarang mendekati 60 Dinar per bulan – memang lebih rendah dari penghasilan dia sebagai manager tahun 1995 yang diatas 80 Dinar per bulan; tetapi sesungguhnya dia masih mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk diinvestasikan di sektor riil.

Apa dampaknya bila dia tidak melakukan action ini sekarang ?, penghasilan dia akan semakin menurun kedepan (dalam Dinar) padahal dia semakin  dekat ke usia pensiun yang kurang dari 10 tahun mendatang. Bila ini terjadi, maka dari sisi financial dia tidak akan lebih baik dari posisi financial dia di masa mudanya. Inilah mayoritas yang dialami oleh pegawai di sektor apapun pada tingkat apapun – bila dia tidak mulai mengambil aksi investasi pada bentuk-bentuk investasi yang bisa mengalahkan penurunan daya beli mata uang kertas.

Bentuk investasi sektor riil yang sederhana tetapi akan mampu mengalahkan penurunan daya beli mata uang salah satunya adalah perdagangan.

Bila Anda berdagang beras misalnya. Anda mengambil dari Cianjur dan menjualnya di Jakarta dengan keuntungan bersih 10 %, maka keuntungan Anda yang 10 % dari harga beras ini akan mampu melawan inflasi atau penurunan daya beli mata uang karena ketika inflasi itu terjadi harga beras otomatis naik dan penghasilan Anda juga otomatis naik – seiring kenaikan harga beras.

Bila sekarang Anda mulai menjual 1 ton beras per bulan, 10 tahun lagi mampu menjual 10 ton beras per bulan, maka kenaikan penghasilan Anda akan merupakan kenaikan penghasilan yang riil karena dikaitkan langsung dengan daya beli terhadap beras – bukan kenaikan semu hanya dalam angka seperti dalam contoh kasus teman saya tersebut diatas.

Jadi mengenal yardstick atau tolok ukur yang benar, bisa menjadi awal Anda untuk membuat perencanaan keuangan masa depan yang lebih akurat dan memakmurkan. InsyaAllah.